Hujan turun deras di tengah malam, menggiring kabut tebal yang
merayap di antara pepohonan lebat di pinggiran hutan. Aku, seorang peneliti
bernama Rama, sedang dalam perjalanan menuju sebuah wisma terpencil di
pedalaman Jawa yang katanya terkenal dengan cerita-cerita mistis yang
mengerikan. Tujuanku adalah untuk mengumpulkan bukti dan informasi tentang
legenda kuntilanak yang konon sering muncul di wisma tersebut.
Dengan tas ransel yang berisi peralatan penelitian, aku memasuki
wilayah wisma. Bangunan tua dengan arsitektur klasik Jawa ini terlihat seperti
hantu sendiri di tengah hujan malam. Aku mengusap kening yang berkeringat,
mencoba mengatasi rasa tegang yang merayap ke seluruh tubuhku. Aku memasuki
pintu utama dengan hati-hati, menyalakan senter kecil yang kusimpan dalam saku.
Wisma ini terasa begitu sunyi. Hanya suara hujan yang menggema di
lorong-lorong yang sepi. Kupandangi cat dinding yang mengelupas, menggambarkan
kesan usang dan terlupakan. Aku mulai merasa keanehan ketika aku merasa udara
menjadi lebih dingin dan suasana semakin tegang. Tapi, aku mengabaikan perasaan
itu dan melanjutkan eksplorasi.
Senterku menerangi langkahku saat aku melangkah ke koridor yang
lebih gelap. Di salah satu sudut, aku melihat sebuah pintu terbuka setengah.
Kuhampiri dan menyapu pandangan di dalam. Ruangan itu dipenuhi debu dan
barang-barang yang terlihat sudah tidak terurus. Di pojokan ruangan, ada sebuah
cermin besar yang tertutup kain kotor. Aku mendekat, ingin melihat lebih dekat.
Saat kain itu kuletakkan, sebuah bayangan putih terlintas di
cermin. Aku terkejut dan segera membalikkan badan. Namun, tak ada yang
terlihat. Hanya ruangan kosong dengan debu yang terbang di udara. Aku menghela
nafas lega, mencoba meyakinkan diri bahwa itu hanya imajinasi semata.
Tiba-tiba, sebuah suara desisan lembut terdengar di belakangku. Aku
berbalik dengan cepat, dan di hadapanku, sebuah siluet perempuan muncul. Rambut
panjangnya tergerai, menutupi wajahnya. Aku merasa jantungku berdegup kencang.
Aku tahu, ini bukan sekadar imajinasi. Ada sesuatu di sini.
"Ssiapa kau?" suara gemerisik terdengar pelan dari balik
rambut panjang itu. Aku mencoba menjawab, tapi suaraku tercekat di tenggorokan.
Aku tak bisa berbicara. Hanya rasa ketakutan yang mendominasi.
Kemudian, dengan gerakan yang begitu cepat, rambut panjang itu
terangkat, dan aku melihatnya. Wajahnya yang pucat tanpa mata, hanya dua lubang
hitam menatapku. Bibirnya terkoyak ke samping, membentuk senyuman mengerikan.
Kunti. Ya itu adalah sosok Kuntilanak
Aku melompat mundur, berusaha meraih pintu keluar. Namun, pintu itu
seakan tak ingin terbuka. Aku merasa terjebak, terperangkap di dalam ruangan
itu bersama entitas mengerikan yang tak dapat kupahami. Kuntilanak itu
menghampiriku dengan langkah mengambang, matanya tetap menatap tajam.
"Akuu menanti..." bisiknya dengan suara serak.
"Mmencari kebenaran yang tterkubur..."
Aku berjuang untuk mengendalikan ketakutanku. Aku mencoba
berbicara, "A-apa yang kau cari? Kenapa kau ada di sini?"
Kuntilanak itu terdiam sejenak, lalu dia mulai bercerita. Dia
adalah seorang perempuan muda yang dulu tinggal di wisma ini. Ia dikutuk oleh
kegelapan setelah kematian tragisnya. Kuntilanak itupun menjelaskan bahwa ia
tidak bisa berpindah ke alam selanjutnya karena ada rahasia yang belum
terungkap di balik kematiannya. Dan rahasia itu terkait dengan kuntilanak legendaris
yang muncul di wilayah ini.
Aku duduk, mendengarkan dengan seksama. Kunti ingin aku membantu
mengungkap rahasia ini dan memberinya kebebasan. Dia mengatakan bahwa ada
sebuah buku kuno yang berisi informasi penting tentang kutukan dan rahasia tersebut.
Buku itu tersembunyi di dalam perpustakaan wisma.
Dengan hati-hati, aku mengikuti petunjuk Kuntilanak itu menuju
perpustakaan. Di sana, di tengah-tengah rak-rak yang tertutup debu, aku
menemukan buku tua yang dicarinya. Aku membuka halaman pertama, dan terkejut
melihat tulisan tangan Kuntilanak sendiri.
Rahasia terungkap dalam huruf-huruf kuno. Kunti adalah seorang
wanita desa yang tak bersalah, namun dicurigai sebagai penyihir oleh penduduk
setempat. Ia dijebloskan ke dalam sebuah sumur tua dan meninggal dalam keadaan
yang tragis. Kuntilanak mengungkapkan bahwa untuk menghentikan kutukan dan
melepaskan dirinya, aku harus menemukan jejak-jejak kebenaran di balik tuduhan
palsu tersebut.
Dengan tekad baru, aku keluar dari wisma dan mulai menyelidiki
lebih lanjut. Aku berbicara dengan orang-orang di desa sekitar dan mencari tahu
lebih banyak tentang sejarah Kunti. Semakin banyak aku menggali, semakin jelas
terbentuk gambaran bahwa Kunti adalah korban kejahatan manusia yang tidak adil.
Setelah berhari-hari menyelidiki, aku berhasil mengumpulkan cukup
bukti untuk membongkar kebenaran di balik kutukan Kunti. Aku kembali ke wisma,
membawa bukti-buki-bukti tersebut dan buku kuno yang berisi cerita Kunti. Aku
memasuki ruangan perpustakaan di wisma itu lagi, kali ini dengan perasaan lebih
yakin dan tekad yang membara. Kunti muncul di hadapanku, tetapi kali ini ia
terlihat lebih tenang dan damai.
"Aku tahu kau telah mencari kebenaran," bisik Kunti
dengan suara lembut. "Bukalah buku itu, dan mari kita ungkapkan rahasia
yang telah lama terkubur."
Aku membuka buku kuno itu dan membaca dengan seksama. Cerita Kunti
terbuka di hadapanku, mengungkapkan fakta bahwa ia adalah korban intrik dan iri
hati yang merajalela di desanya. Penduduk setempat memanfaatkan ketakutan akan
kekuatan gaib untuk menyingkirkan Kunti dan mengambil harta miliknya.
Dengan bukti di tangan, aku mengikuti petunjuk Kunti untuk
meritualkan proses pembebasannya. Aku menyiapkan altar kecil di tengah
perpustakaan, meletakkan buku kuno di atasnya, dan membakar beberapa dupa.
Kunti berdiri di sampingku, mengarahkan energinya menuju ritual tersebut.
Dalam suasana hening, ritual dimulai. Cahaya lembut menerangi
ruangan, dan aku merasa kehadiran Kunti semakin kuat. Aku membacakan mantra
yang tertulis di dalam buku dengan penuh keyakinan, mengirimkan pesan kepada
alam gaib bahwa kebenaran telah ditemukan dan keadilan harus dipulihkan.
Seketika, ruangan penuh dengan energi yang intens. Aku merasa
seolah-olah waktu dan ruang menyatu, menghubungkan kita dengan masa lalu. Kunti
memancarkan cahaya yang semakin terang, dan rambut panjangnya mulai kembali ke
tempat semula.
"Dengan kebenaran yang terungkap, aku dapat merasakan
perdamaian," bisik Kunti dengan suara lembut. "Terima kasih, Rama.
Kau telah membantu aku menemukan pembebasanku."
Saat ritual mencapai puncaknya, cahaya memenuhi ruangan dan Kunti
menghilang, meninggalkan perasaan damai di udara. Aku tahu bahwa kutukan telah
diangkat, dan Kunti akhirnya dapat berpindah ke alam selanjutnya dengan tenang.
Hari-hari berikutnya, wisma itu menjadi lebih terang dan hidup.
Cerita-cerita mengerikan tentang kuntilanak mulai pudar, digantikan dengan
kisah tentang keberanian dan keadilan. Aku menceritakan pengalaman ini kepada
penduduk desa, memastikan bahwa rahasia Kunti takkan terlupakan.
Pada akhirnya, wisma itu diubah menjadi pusat belajar dan tempat
penghormatan terhadap Kunti. Aku merasa bangga bahwa aku telah berkontribusi
dalam mengakhiri kutukan dan mengembalikan kebenaran kepada seorang wanita yang
tak bersalah.
Kisahku tentang pencarian kebenaran di balik kutukan Kunti menjadi terkenal di seluruh Jawa. Aku menerima penghargaan atas upayaku dalam mengungkap kebenaran yang terkubur dan mengakhiri kesengsaraan Kunti. Meskipun awalnya datang dengan tujuan mencari cerita horor, aku malah menemukan kisah tentang keberanian, ketekunan, dan pentingnya menjaga ingatan terhadap masa lalu.
Sejak saat itu, aku melanjutkan perjalanan penelitianku dengan semangat yang baru. Setiap tempat memiliki cerita-cerita tersembunyi yang menunggu untuk diungkapkan. Dan meskipun terkadang menakutkan, kebenaran selalu layak untuk dikejar.